KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

Salam Kebajikan.

Bulan ini kita memasuki bulan ke-7 penanggalan Kongzili atau lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai penanggalan Imlek atau Yin Li, satu salah kaprah yang kadung diterima.

Sebetulnya penanggalan Imlek atau Yin Li yang kita kenal bukanlah penanggalan Imlek atau Yin Li, karena bukan semata-mata dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, tapi juga berdasarkan peredaran bumi mengelilingi Matahari. Penanggalan Imlek atau Yin Li yang kita kenal dan memasuki tahun 2570 atau penanggalan Kongzili adalah penanggalan Yin Yang Li (Luni Solar) Kombinasi antara penanggalan Yin Li (Lunar, bulan mengelilingi bumi) dan Yang Li (Solar, bumi mengelilingi Matahari). Dalam menyelaraskan perbedaan waktu menjadi sama, dikenal bulan Lun (Run Yue) atau bulan kabisat. Dalam 19 tahun ada 7 bulan kabisat yang disisipkan.

Pada bulan ke-7 ini kita diingatkan pada semangat cinta kasih berwujud kepedulian pada sesama manusia, bukan saja sesama yang masih hidup, tapi juga pada sesama yang telah mendahului. Bulan ketujuh dipilih karena sesuai pergerakan alam. Alam sedang beralih dari Yang (musim semi dan panas) ke Yin (musim gugur dan dingin). Ketepatan waktu dalam perubahan alam selalu menjadi inti dalam persembahyangan. Keteledoran kita akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam berbagai segi, baik diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara, dan dunia; alam jasmani, alam rohani, dan alam semesta.

Agama Khonghucu tidak hanya mengajarkan cinta kasih terbatas pada orang yang masih hidup, cinta kasih tidak terbatas ruang dan waktu. Dalam mengenang dan memuliakan orang tua dan leluhur yang telah mendahulu serta mendoakan agar tenang dan damai dalam kemuliaan kebajikan Tian dan akhirnya Pei Tian, umat Khonghucu yang taat pada li dan bertekad membina diri dengan berbakti, bersembahyang setiap hari dan setiap tanggal 1 dan 15 Kongzili. Saat masih hidup, bakti dalam bentuk kepedulian bukan hanya berupa benda-benda fisik tapi juga sikap-moral-spiritual yang diwujudkan dalam perilaku. Saat telah berpulang bukan hanya berwujud sajian tapi juga ketulusan dalam persembahyangan dan doa yang disempurnakan dengan perilaku tidak memalukan tapi memuliakan.

Cinta kasih berwujud kepedulian pada sesama manusia yang hidup diwujudkan bukan saja dalam bentuk amal benda-benda fisik tapi juga sikap-moral-spiritual. Kepada sesama yang telah berpulang, khususnya kepada mereka yang tidak mempunyai keturunan atau keturunannya telah mempunyai keyakinan agama berbeda sehingga tak lagi menyembahyangi, pada bulan ketujuh umat Khonghucu secara khusus bersembahyang dan berdoa agar para hao peng tenang dan damai dalam kemuliaan kebajikan Tian, karena kesadaran bahwa di empat penjuru lautan semua umat bersaudara.

Pada kesempatan Jing He Ping atau Jing Hao Peng umat Khonghucu mewakili keluarga yang telah mendahulu, menyisihkan sebagian berkahnya kepada sesama yang membutuhkan agar para arwah teman dan sahabat diringankan bebannya, 'terpuaskan', 'bahagia', dan arwahnya tidak mengembara di dunia tapi dapat pulang ke dalam kemuliaan kebajikan Tian.

Karena sembahyang Jing Hao Peng adalah sembahyang kekerabatan dan persahabatan yang bersifat sosial, persembahyangan ini dilaksanakan oleh masyarakat, di rumah-rumah ibadat Khonghucu, bukan perorangan di rumah. Umat Khonghucu yang kaya maupun miskin, laki-laki-perempuan, tua-muda, berkesempatan menyumbangkan sebagian berkah rezekinya secara sukarela dalam jumlah besar atau kecil melalui pengurus lembaga agama atau rumah ibadat. Setelah persembahyangan dilaksanakan antara tanggal 15-29 bulan tujuh, sumbangan sukarela tersebut diberikan pada orang yang membutuhkan/fakir miskin dalam masyarakat umum yang layak menerima dan tidak diambil secuil pun oleh umat Khonghucu yang menyumbang.

Jadi, pada momen Jing Hao Peng ini, umat Khonghucu melaksanakan kewajiban sosial pada sesamanya bahkan yang berbeda keyakinan. Pada momen peribadahan ini, kita diingatkan secara moral-spiritual bahwa kita bukan sekedar makhluk individu, tapi makhluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga wajib peduli pada dan harmonis dengan lingkungan masyarakat tempat kita hidup. Spirit peribadahan pada orang tua dan leluhur serta para sahabat seperti juga sikap spiritual umat Khonghucu dalam menjalankan kehidupannya, pada dasarnya adalah tentang 'memberi karena telah banyak menerima'. Di momen Jing Hao Peng ini, umat Khonghucu semakin diingatkan kembali agar 'eling' tentang spirit ini.

Dengan spirit ini, tentu saja pada dasarnya umat Khonghucu sangat mengedepankan li (kesusilaan) sehingga tidak mau berebut dan tidak rela melihat sahabat dan kerabatnya di dunia maupun di alam sana 'berebut' untuk mendapatkan sesuatu. Kalaupun di masa lalu ada istilah sembahyang rebutan yang mewarnai persembahyangan Jing Hao Peng, adalah bagian dari mitologi yang senantiasa berkembang dalam banyak peribadahan tapi pada dasarnya persembahyangan dan fungsi sosial Jing Hao Peng bukanlah tentang arwah berebut sajian yang kita sajikan atau tentang suap menyuap pada penjaga alam roh dengan kertas sembahyang perak dan emas. Sembahyang Jing Hao Peng adalah tentang cinta kasih dan kepedulian kita pada sesama.

Kalau dalam satu masa atau hingga kini dalam pikiran kita para arwah berebut makanan karena kelaparan dan kita menyaksikan masyarakat berebut saat mengambil sebagian berkah-rezeki yang kita sisihkan, mungkin ini hanyalah cara para pendahulu kita mendidik masyarakat agar lebih peduli, tidak 'pelit', dan tulus ikhlas dalam berbagi pada sesama dengan cukup memadai. Bukan saja berupa sembahyang dan doa tapi sedikit dari berkah-rezeki yang kita dapatkan sebagai umat Khonghucu. Walaupun kita merasa kekurangan. Sehingga arwah dan masyarakat pun tak perlu berebut. Dengan berbagi, mendidik kita untuk peduli dan berhati lapang.

Jangan-jangan Anda dan saya gagal menangkap spirit peduli dan berbagi sebagai wujud cinta kasih pada sesama dalam persembahyangan Jing Hao Peng. Jangan-jangan Anda dan saya terlalu fokus pada 'aku' bukan 'kita'. Jangan jangan Anda dan saya gagal dalam memanajemen diri (membina diri), sehingga Jing Hao Peng sekedar dimaknai sebagai upaya kita untuk bayar kaul, hura-hura, dan buang sial, bukan lagi untuk peduli dan berbagi. Mungkin anda dan saya gagal mengatur pembagian amal dari sebagian berkah-rezeki kita, sehingga masyarakat yang pantas menerima menjadi berebut dan persembahyangan Jing Hao Peng lebih dikenal sebagai sembahyang rebutan dengan segala mitologinya, bukan lagi sembahyang pada para kerabat dan sahabat yang dimaknai kepedulian.

Tanpa sadar kita sering tak peduli dan kita memang perlu terus mawas diri. (US) 05082019

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG