POLITIK KEBANGSAAN BERDASAR HATI NURANI

Salam Kebajikan,

Beberapa tahun terakhir dunia politik Indonesia bergejolak turun naik menyisakan tanya. Ada riak menggelisahkan rasa. Kata-kata tak beretika berseliweran di lini masa, hawa marah dan penghakiman begitu mengemuka pada siapa saja yang tak berada dipihak yang sama. Memberi nama satwa kelompok yang satu pada kelompok yang lain menjadi nampak biasa dan lumrah, padahal itu menunjukkan pudarnya etika dan amalan agama.

Kejumawaan kelompok menunjukkan pudarnya kerendahan hati, mau menang sendiri tak peduli pada  kelompok lain menunjukkan pudarnya rasa mau mengalah. Begitu nampak dengan kasat mata, rasa belas kasihan pada sesama manusia yang merupakan benih cinta kasih tak lagi menyapa. Perasaan tak suka dan tahu malu yang adalah benih kebenaran tak ada lagi pada arah yang tepat tapi dikuasai nafsu untuk menang, menaklukkan, dan menghancurkan.

Kelompok yang satu hanya membenarkan semua tindakan kelompoknya dan menyalahkan semua tindakan kelompok lain yang tak sejalan, menunjukkan kebijaksanaan tak lagi menjadi jiwa politik kepentingan. Kini orang-orang tak lagi berada di dalam benih kemanusiaannya. Ini menunjukkan cahaya kebajikan Tian dalam hati nurani tertutup oleh nafsu dan hasrat kekuasaan. Petunjuk ilahi dinafikan, pertanda nafsu dari dalam menemukan jodohnya pada nafsu dari luar.

Politik identitas yang salah kaprah meraga dalam setiap ucap dan tingkah yang tertuang. Kita menyaksikan bahwa julukan Indonesia adalah bangsa yang ramah nampak memudar dan hanya ada dalam catatan sejarah yang kita pelajari saat dulu bersekolah.

Begitulah suasana politik negeri kita tercinta. Politik menunjukkan identitasnya dalam keburukan, kemarahan, menghujat, menegasikan, dan menghancurkan lawan. Membenarkan anggapan bahwa politik semata tentang kepentingan dan kekuasaan tanpa peduli berapapun, bagaimanapun dan apapun harga yang harus dibayar.  Jadi di mana kepentingan rakyat, bangsa dan negara? Apakah dengan meraih kekuasaan melalui cara seperti ini akan menyisakan pelayanan pada kepentingan bangsa dan negara saat berkuasa? Saya meragukannya. 

Atau jangan-jangan ada tangan tak terlihat yang tergiur ingin menguasai nusantara kita yang kaya, tak peduli siapa pun yang berkuasa asal mau menghamba pada kepentingannya? Jangan-jangan keburukan, amarah, hujatan, dan kehancuran adalah cara tangan-tangan tak terlihat memainkan kartunya.

Beberapa hari ke depan pemungutan suara akan dilaksanakan, idealnya suara rakyat adalah suara Tuhan, tapi dalam perpolitikan saat ini kehendak Tuhan yang ditunjukkan oleh suara rakyat perlu diupayakan. Upaya yang dilakukan bukanlah dengan cara-cara yang sama  dan sebangun. Kepentingan rakyat, bangsa dan negara harus didahulukan di atas kepentingan kelompok apalagi kepentingan sesaat.

Politik pada kutub yang lain bukanlah semata tentang meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Politik adalah tentang bagaimana melayani kepentingan masyarakat dan tentang menemukan cara-cara bagaimana mencapai tujuan bagi kemaslahatan bersama. Di dalamnya ada niat bersama mencapai tujuan bersama dengan membelakangkan kepentingan kelompok. Semua upaya diatur bukan saja dengan undang-undang tapi dengan moral dan kebajikan. Pada titik inilah agama berperan bukan sekedar sebagai identitas nisbi berwujud simbol-simbol, tapi mewujud pada nilai etika, moral, dan spiritual yang diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan. Agama menunjukkan perannya yang utama sebagai pembimbing manusia hidup dalam dao.

Politik pada kutub ini, tak memperkosa tapi mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Tak menisbikan rasa tahu malu, belas kasihan, kerendahan hati, dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Politik seperti ini adalah politik yang objektif, menyatakan benar pada yang benar dan menyatakan salah pada yang salah. Maka hukum dan keadilan akan berjalan pada relnya. Inilah politik kebangsaan. Politik yang dipimpin oleh cahaya kebajikan ilahi pada hati nurani manusia.

Pada tanggal 17 April kita perlu hadir di TPS-TPS untuk memilih pemimpin negara dan wakil-wakil kita di parlemen. Mungkin kita tak menemukan calon terbaik, tetapi kita perlu menentukan pilihan pada pihak yang masih punya hati nurani, kesantunan dan kemauan menerima berbagai kepentingan dalam koridor NKRI yang berdasarkan Pancasila, dengan tuntunan  suara ilahi pada hati nurani kita. Mungkin saja pilihan kita tidak tepat benar. Tapi itulah sikap keberpihakan kita yang perlu dilakukan. Kalau tak ada setitik pun harapan, tidur saja di rumah sambil berharap mudah-mudahan Tuhan masih mengasihi kita, walau itu bukanlah cara yang bijaksana.

Bagi saya, politik kebangsaan perlu diupayakan, dan saya ada dibarisan itu. Tak mudah tapi perlu, walau kadang kepentingan kelompok terabaikan dan ego memberontak. Toh saya harus mementingkan rakyat, bangsa, dan negara tercinta warisan para pendiri bangsa. Untuk mencapai tujuan bersama, yuk kita pesta demokrasi dengan gembira, bukan perang dengan penuh amarah. 

Kita tetap percaya pada sabda ilahi melalui para Nabi nan Suci Bijaksana dalam Shujing, "Tuhan melihat seperti rakyat melihat, Tuhan mendengar seperti rakyat mendengar." (US)

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG