QING MING

Salam Kebajikan,

Tak perlu diragukan lagi, semasa hidupnya, almarhum Bratayana Ongkowijaya, S.E., XDS sangat tekun membaca dan mengkaji kitab-kitab suci agama Khonghucu, Sishu-Wujing. Bratayana mengungguli mbah google dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar agama Khonghucu dan budaya Tionghoa. Salah satu kajiannya adalah mengenai riwayat Qing Ming (Ceng Beng) berdasarkan agama Khonghucu yang tersurat dalam kitab Li Ji (Kitab Catatan Kesusilaan), seperti saya kutip di bawah ini:


Peribadahan 清 明 - Qing Ming

Qing Ming adalah 節 氣 - Jie Qi ke 5.
dari 二 十 四 節 氣 - Er Shi Si Jie Qi.
(Twenty-four solar term).

Perhitungan Sistem Kalender Masehi bertepatan pada Tanggal 4/5 April.

Jie Qi sebelum Qing Ming adalah 春 分 - Chun Fen, bertepatan dengan 20/21 Maret (saat Matahari pada garis Khatulistiwa).

Pada saat Matahari melewati Khatulistiwa, dilaksanakan Ibadah Besar Kehadapan Leluhur.
(禮 記 - 月 令 ; Li Ji - Yueling)

Qing Ming adalah hari Pertama setelah Chun Fen.

Berdasar Perhitungan Sistem Kalender Dinasti 周 - Zhou, Qing Ming adalah hari Pertama saat 季 春 - Ji Chun (Bulan ketiga Musim Semi).

Dari penjelasan di atas, bahwa Qing Ming (Bersih - Terang), menunjukkan pada saat itu Matahari bersinar bersih dan terang (bersinar hangat), peralihan dari Musim Semi menuju Musim Panas yang menyengat.

Li Ji menuliskan, pada saat Ji Chun, 天 子 - Tian Zi (Kaisar) berdiam di kanan Kuil 清 陽 - Qing Yang (nama pendopo di Timur Bio Besar).

Melakukan Persembahan kepada 先 帝 - Xian Di (Raja pendahulu/leluhur; 黄 帝 - Huang Di)
Serta menaikkan doa berharap Panen Berlimpah.
Spirit ini menjadi Persembahyangan Kubur (Sadranan).

Dilengkapi IMAN :
乾 坤 - Qian Kun; 天 地 - Tian Di
Dimana 魄 - Bo/Po (Jasad) kembali ke Tanah (Bumi).
Dikaitkan dengan Peribadahan terhadap 山 神 - Shan Shen (Shoa Sien) karena Makam/Kuburan zaman itu di Gunung.
Maka Peribadahan Kubur adalah Persembahyangan pada 福 神 - Fu Shen atau 后 土 - Hou Tu; kedua nya menunjuk pada "Malaikat Bumi".


Cerita terkait Qing Ming

Yang paling tua adalah kisah tentang 介 之 推 - Jie Zhi Tui atau 介 子 推 - Jie Zi Tui (Kai Tju Tjui)
yang Setia kepada 公 子 重 耳 - Gong Zi Zhong Er (Kong Tjoe Tiong Ji).

Ketika dalam pengasingan Jie Zi Tui rela mengiris daging pahanya untuk memberi makan junjungannya. Ketika junjungannya kembali dan berhasil menjadi Raja (晉 文 公 - Jin Wen Gong; 636 S.M), dia lupa akan pengorbanan Jie Zi Tui.

Jie Zi Tui mengasingkan diri dan tinggal bersama ibunya di 綿 山 - Mian Shan (Gunung Mian).
Ketika Raja sadar akan kelalaiannya (setelah membaca syair yang digantungkan di pintu istana), kemudian mencari Jie Zi Tui.

Singkat cerita, karena sulit menemukan Jie Zi Tui, hutan Mian Shan dibakar dengan harapan Jie Zi Tui akan keluar. Namun sampai api padam, Jie Zi Tui tidak keluar. Yang ada ditemukan jasad Jie Zi Tui yang merangkul Ibunya telah gosong menjadi abu.

Peristiwa ini kemudian diperingati dengan Tidak Menyalakan Api (Memasak Makanan) terkait Qing Ming yang dikenal dengan 寒 食 節 - Han Si Jie (Peringatan Makanan Dingin); juga disebut 禁 火 - Jin Huo ("Tutup Api") atau 禁 烟 - Jin Yan ("Tutup Asap").

晉 文 公 - Jin Bun Gong menitahkan 綿 山 - Mian Shan diganti menjadi 介 山 - Jie Shan (Gunung Jie Zi Tui).


Cerita lain

Pendiri Dinasti 明 - Ming; kaisar 洪 武 - Hong Wu (朱 元 璋 - Zhu Yuan Zhang; 1328 - 1398) mencari makam orangtuanya dengan menyerukan seluruh rakyat untuk Sembahyang Kubur.
Dengan asumsi, makam yang tidak disembahyangi berarti makam orangtuanya.


Perlengkapan sembahyang Terkait Qing Ming

壽 金 - Shou Jin (Siu Kim)
壓 紙 - Ya Zhi (Tek Coa; ditindih)
古 紙 - Gu Zhi (Ko Coa; putih)
黄 紙 - Huang Zhi (Oei Coa; kuning)
金 紙 - Jin Zhi (Kim Coa; mas)
銀 紙 - Yin Zhi (Gin Coa; perak)
金 銀 山 - Jin Yin Shan (Kim Gin Shoa)—Gunung Mas dan Perak.


Tulisan Bratayana atau Auw Yang Tjoe Boen mengungkapkan dua hal.

Pertama. Qing Ming berakar pada kitab suci agama Ru (Ru Jiao) yang dikemudian hari dikenal sebagai agama Khonghucu (Kong Jiao) dan telah ribuan tahun dilaksanakan.

Peribadahan Qing Ming sarat dengan nilai-nilai luhur kebajikan dan religiusitas. Nilai kebajikan cinta kasih begitu menggelora dalam peribadahan Qing MingKeberadaan manusia tak luput dari keberadaan pendahulunya. Memuliakan hubungan dengan leluhur agar manusia tak lupa pada akar keberadaannya.  Dengan ingat akan akar keberadaannya, manusia tak berani berbuat gegabah dalam kehidupannya. Keturunan yang berbakti terus berupaya meneruskan cita-cita mulia leluhur dan menegakkan diri menjadi manusia yang menjalankan kemanusiaannya. Peribadahan Qing Ming mengungkapkan religiusitas manusia pada Leluhur dan Maha Leluhur.

Nilai Kebajikan yang lain adalah tentang cinta kasih pada sesama manusia (rakyat).

Peribadahan dipenuhi semangat untuk memberi yang terbaik pada sesama (rakyat), dalam wujud harapan mendapat panen berlimpah. Hidup pada hakikatnya bukan tentang aku semata, tapi hidup adalah tentang kita. Manusia adalah makhluk individu dengan akar keberadaannya, manusia juga makhluk sosial, keberadaannya tak luput dari keberadaan orang lain dan pada orang lain dia mengekspresikan benih-benih kebajikan yang telah dianugerahkan sang pencipta dalam batinnya agar tumbuh subur berkembang memenuhi langit dan bumi.

Hidup memang tentang keseimbangan dan keharmonisan. Apa yang kita harapkan bukanlah semata untuk kepentingan diri tapi untuk kepentingan sesama. 

Untuk mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan, manusia tak boleh serakah berupaya menaklukkan alam, dia wajib hidup berkolaborasi dengan alam (bumi). Alam adalah sumber kehidupan, bahan asal dan pada akhirnya jasad kembali melebur. Itulah mengapa manusia bersembahyang pada Hou Tu atau Fu Shen.

Hal kedua yang diungkapkan adalah dalam kehidupan ini tak ada yang tetap kecuali perubahan. Kehidupan beserta segala nilai dan budayanya terus berubah seiring berjalannya waktu dan berubahnya ruang.

Dengan mengungkapkan cerita seputar Qing Ming, kita disadarkan bahwa peribadahan beserta perlengkapan dan pernak perniknya tak luput dari cerita, mitos dan legenda, dan berubah seiring berjalannya waktu dan berubahnya ruang. Peribadahan Qing Ming tak luput daripadanya. Tak heran akhirnya tradisi tak semuanya serupa.

Namun demikian dari dua cerita yang ada, kita dapat menarik benang merah nilai kebajikan di dalamnya. Keduanya tak luput dari nilai cinta kasih dan susila (rasa terima kasih) seorang manusia yang memang telah menerima anugerah Tian berwujud benih-benih kebajikan. Keduanya juga menunjukkan bahwa manusia tak luput dari kealpaan, kekurangan dan kelemahan. Kedua cerita tetap memberi pesan bahwa manusia harus tahu akar hingga dia ada pada pencapaiannya agar tak takabur dan tetap hidup dalam kemanusiaannya. Pesan cerita yang lain yang bisa ditangkap adalah keberadaan seseorang tak luput dari keberadaan orang lain.

Untuk mengingatkan nilai kebajikan dan akar, diwujudkan dalam bentuk simbol. Simbol diwujudkan dalam sajian, perlengkapan, pernak-pernik dan segala tata letak dan tata upacara. Dengan simbolisme inilah diharapkan religiusitas dan nilai diajarkan dan diserap, walau kenyataannya berjalannya waktu simbolisme itu acap kehilangan jiwa, digerus perubahan. Tak semua paham dan tak semua peduli.

Qing Ming di jaman modern mempunyai bentuk berbeda. Sebagian orang menganggap sarat nilai keagamaan dan nilai kebajikan, bagi sebagian orang sarat dengan budaya dan tradisi turun temurun yang wajib dilakukan, bagi sebagian orang lainnya hanya ikut-ikutan karena rasa tak enak atau tersentak dalam pencarian akar keberadaannya sebagai etnis, bagi yang lain Qing Ming tak berbeda dengan hari-hari lain dan tak bermakna apa-apa. Begitulah, kehidupan tak pernah sama dan tetap karena ruang dan waktu.

Bagi kita umat Khonghucu, apakah kita akan bersikukuh dengan budaya dan pernak-pernik yang ada ataukah kita mencoba mencari makna hakiki dan menyesuaikan bentuk dari peribadahan ini? Pesan Nabi, beribadah itu tak boleh lepas dari cheng (iman, tulus), xin (percaya), zhong (satya) dan jing (hormat/sujud).

Dengan memahami makna Qing Ming, semoga hati kita bersih dan terang, dipenuhi harapan, iman/tulus, percaya, satya dan hormat/sujud. Saya selalu kagum pada orang yang memegang tradisi, tapi kehidupan berubah dan membawa tantangan tersendiri pada tradisi yang kita pegang. Kita bisa belajar banyak dari tulisan Xuan Dao Shi. (US)


Ditulis saat masih bingung mengatur waktu untuk melaksanakan ibadah Qing Ming yang tinggal 2 hari lagi.

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG