CINTA TANPA SYARAT—UNCONDITIONAL LOVE

Salam Kebajikan,

Apa pendapat Anda saat mendengar mengenai unconditional love atau cinta tanpa syarat? Apakah unconditional love adalah sesuatu yang realistis dan dapat diterapkan dalam kehidupan manusia? Bagaimana dengan Tuhan YME, apakah mempunyai dan memberikan unconditional love pada manusia? Pertanyaan yang dapat menjadi bahan renungan.

Marilah kita cari dan pahami mengenai unconditional love atau cinta tanpa syarat. Setelah bertanya pada mbah google kita dapatkan pengertian mengenai unconditional love.
Unconditional love is known as affection without any limitations, or love without conditions. This term is sometimes associated with other terms such as true altruism or complete love.

Cinta tanpa syarat dikenal sebagai kasih sayang tanpa batasan, atau cinta tanpa syarat. Istilah ini kadang-kadang dikaitkan dengan istilah lain seperti altruisme sejati atau cinta penuh.

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.

Unconditional love atau Agape adalah istilah Yunani yang berarti 'cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, atau cinta tanpa batas, atau cinta tanpa syarat'.

Dalam kekristenan, cinta yang paling tinggi adalah cinta agape, yaitu cinta yang benar-benar tulus, suci, tidak berpamrih, bahkan sarat akan pengorbanan diri "the love of God for man and of man for God". Cinta Tuhan pada manusia dan cinta manusia pada Tuhan.


Bagaimana unconditional love dalam agama Khonghucu?

Saat Mengzi mengatakan setiap orang akan menolong anak kecil yang akan jatuh ke sumur, itulah unconditional love, cinta tanpa syarat.

Tapi Mengzi menentang pandangan unconditional love atau altruisme Mozi yang berlaku sama pada setiap orang. Mozi mengajarkan cinta yang menyeluruh sama, biar harus kerja keras sehingga rambut di kepala hingga betis tergosok habis, agar menguntungkan dunia, akan mengerjakannya. Bagi Mengzi, cinta kita pada anak kakak kita tentu berbeda dengan cinta pada anak tetangga. Tentu saja cinta kita pada isteri kita berbeda dengan pada isteri tetangga.

Bagi Mengzi yang meneruskan ajaran Nabi Kongzi, cinta itu tidak bisa dan tidak boleh sama pada semua orang.

Saat kita menolong anak kecil yang akan jatuh ke sumur, lalu tahu bahwa anak tersebut anak orang yang tidak kita sukai, secara manusiawi mungkin timbul rasa sesal telah menolongnya.

Pada saat kita mempunyai prinsip hidup 'take and give' atau 'give and take' atau tabur tuai, di situ kita tidak lagi memiliki unconditional love tapi conditional love. Bila kita berbuat kebajikan dengan mengharapkan balasan atau pahala, artinya cinta kita bersyarat, berpamrih, tidak tulus. Saat kita mengorbankan diri dan terlintas menginginkan sesuatu, itu artinya berpamrih, tidak tulus. Bila kita hidup beragama dengan mengharapkan sesuatu, artinya berpamrih. Bahkan bila kita dituntut oleh Tuhan untuk menyembahNya, bila tidak menyembahnya, akan memperoleh hukuman artinya bukan unconditional love dari Tuhan. Bila pengorbanan diri kita mensyaratkan orang untuk bertimbal balik, apapun bentuknya artinya cinta bersyarat, conditional love.


Adakah unconditional love dalam agama Khonghucu?

Jawabannya ada dengan kondisi tertentu.

Yang pertama adalah seperti contoh menolong anak kecil yang akan jatuh ke sumur. Bisa dikatakan itu adalah dorongan kemanusiaan kita, benih cinta kasih yang ada dalam diri setiap manusia. Bagi saya, kenapa orang berbuat demikian, karena Tian 'berbisik' pada manusia (dalam batinnya) untuk menolong. Jadi itu 'perintah' Tian YME.

Yang kedua adalah saat kita berpegang pada prinsip 'banyak memberi karena telah banyak menerima'. Ini menunjukkan rasa syukur atas apa yang telah kita terima sehingga kehidupan kita dipenuhi keinginan untuk memberi tanpa pamrih. Contohnya adalah kita telah begitu banyak menerima dari orang tua kita sejak berada dalam kandungan hingga hidup kita saat ini dengan gratis. Mendapat sari makanan melalui placenta saat dalam kandungan, disusui, dimandikan, diberi popok, dijaga, diasuh, dididik, disekolahkan, dan sebagainya secara gratis. Kita tak dapat hidup tanpa orang tua dan orang lain. Kita pun memperoleh oksigen untuk bernafas secara gratis dari Tian melalui alam, kecuali saat kita sakit dan diberi bantuan oksigen di rumah sakit, kita harus membayar mahal.

Kita telah begitu banyak menerima. Acapkali kita tidak mensyukuri apa yang telah kita terima, dan merasa tidak puas dengan apa yang kita terima. Saat kita bersyukur dan sadar telah begitu banyak menerima dan dipenuhi kenginan untuk memberi sebagai ungkapan rasa syukur kita, kita melakukan itu tanpa pamrih, tanpa syarat, dengan tulus dan penuh semangat pengorbanan. Dengan prinsip ini, kita memberi untuk memuliakan Tian karena rasa syukur kita atas anugerahNya yang luar biasa, bukan karena rasa takut kita pada Tian, bukan pula karena tuntutan Tian agar memuliakanNya bila tidak memuliakan, Dia akan murka.

Dengan prinsip ini pula, kita berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan pada sesama karena rasa syukur atas apa yang telah kita terima bukan karena mengharapkan balasan. Dengan prinsip yang sama kita mencintai lingkungan hidup.

Dengan demikian, berbuat kebajikan bukanlah untuk mendapatkan balasan, pahala, surga atau apapun. Berbuat kebajikan karena memuliakan Tian, sesama manusia dan alam yang telah begitu banyak memberi. Berbuat kebajikan karena rasa syukur atas apa yang telah kita terima.

Yang ketiga adalah saat kita hidup dalam cheng (iman), yaitu ketulusan mengikuti Firman Tian. Kondisi di mana tanpa dipikir-pikir lagi apa yang kita perbuat selaras dengan watak sejati kita.

Jadi unconditional love timbul dalam tataran semangat cinta kasih yang membuncah karena diri dipenuhi rasa syukur atas apa yang telah kita terima dari Tian, alam, dan sesama manusia. Namun wujud cinta kasih yang meraga berbeda-beda, tidak sama rata seperti pandangan Mozi atau ajaran lain yang sejenis, karena di samping cinta kasih, manusia dianugerahi benih kebajikan watak sejati yang lain, yaitu kesusilaan, kebenaran, dan kebijaksanaan. Firman Tian dalam diri manusia bukan hanya cinta kasih.

Memang tak mudah untuk naik kelas, dari takut akan Tuhan menuju kesadaran memuliakan Tuhan. Dari berbuat kebajikan karena takut akan hukuman Tuhan menjadi berbuat kebajikan karena semata-mata untuk memuliakan Tuhan. Dari keyakinan Tuhan akan marah bila tidak menyembahNya menjadi Tuhan tak menuntut untuk percaya dan disembah-sembah karena Tuhan tidak membutuhkan itu, manusialah yang lebih membutuhkan.
Jika Tuhan marah atau menghukum manusia karena tidak percaya atau menyembahNya, artinya cinta Tuhan adalah cinta yang bersyarat, bukan unconditional love.
Saat yang ada dalam batin kita hanya keinginan berbuat kebajikan untuk memuliakan Tian, kita tak lagi mempunyai rasa takut pulang pada Sumber Asal kita, yang ada kepasrahan, kepuasan dan kebahagiaan. Sebetulnya inilah rasa syukur manusia sejati. Cinta suci, tanpa pamrih, tulus dan sarat dengan pengorbanan diri.

Jangan tukar emas dengan kuningan. (US) 16062019

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG