KEWAJIBAN MERAWAT ANAK DAN MENYUSUI

Salam Kebajikan,

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 29 Juli 2019, saya mendapat pertanyaan dari seorang umat perempuan, "Apakah dalam agama Khonghucu ada perintah untuk menyusui anak?" Pertanyaan lebih lanjut, "Apakah di kitab ada aturan untuk menyusui?"

Dalam kehidupan di Indonesia yang multi etnis, multi budaya, dan multi agama, pertanyaan-pertanyaan sejenis yang bersifat pribadi tapi dapat menjadi masukan bagi kebijakan negara adalah pertanyaan yang acap kita dengar. Dalam menjawab pertanyaan sejenis, kita ditantang untuk memberi jawaban sesuai apa yang diperintahkan agama.

Mungkin saja agama tidak memberi jawaban gamblang atau letterlijk, tapi ada prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipakai dalam menjawab suatu pertanyaan. Agama-agama yang berbeda belum tentu memberi jawaban sama pula, karena agama tak terlepas dari budaya, lingkungan, zaman, orang, dan tempat agama tersebut diturunkan, diajarkan, dan berkembang. Tak terkecuali agama Khonghucu. Perbedaan yang ada menunjukkan ke Maha Besaran dan ke Maha Kuasaan Tian.

Kembali ke pertanyaan umat di awal tulisan ini, saya menjawab dengan penafsiran ayat dalam Lun Yu XVII: 21 dan Li Ji X, Nei Ze II. 2.30.
Dalam ayat Lun Yu XVII: 21 yang berkaitan dengan kewajiban melaksanakan perkabungan, disabdakan dalam point 6:
"... Anak lahir setelah tiga tahun baru dapat lepas dari asuhan ayah dan bundanya..."
Ayat tersebut berkaitan dengan ayat dalam Li Ji X, Nei Ze II. 2.30.
"Ibu susu anak itu, setelah tiga tahun, lalu meninggalkan istana pangeran dan ketika menghadap di istana pangeran, ia diberi imbalan penghargaan atas jerih payahnya. Anak laki-laki seorang pembesar mempunyai seorang ibu susu. Istri seorang pejabat biasa merawat sendiri anaknya."
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang ibu melakukan perawatan dan menyusui anaknya selama 3 tahun, tepatnya pergantian tiga shio yaitu antara 25-27 bulan seperti dalam perkabungan seorang anak berbakti. Istri pejabat biasa dan masyarakat umum merawat dan menyusui sendiri anaknya dalam tenggang waktu tersebut, sedangkan istri raja, pangeran atau pembesar mempunyai ibu susu yang mendapat imbalan atas jasanya. Alasan mengapa seorang istri raja, pangeran dan pembesar menggunakan ibu susu bukan menyusui sendiri adalah topik yang perlu penggalian dan penafsiran tersendiri.

Dari ayat-ayat yang dapat kita temukan, dapat disimpulkan bahwa walau secara prinsip, orang tua wajib merawat sendiri dan memberi ASI baik oleh ibu atau ibu susu selama 3 tahun (25-27 bulan), seperti dalam banyak persoalan lain, dalam agama Khonghucu tidak ada yang mesti atau tidak mesti secara kaku. Kalau kondisi memungkinkan, yang terbaik adalah berusaha menyusui/memberi ASI. Kalau sakit atau kondisi khusus tertentu yang tak memungkinkan untuk menyusui, dimungkinkan untuk tidak menyusui.

Dalam peran dan kedudukan saya sebagai dosen, pemuka agama dan di kelembagaan Khonghucu, berbagai pertanyaan menantang seperti aborsi, euthanasia, kedudukan perempuan, gender, kloning, sufisme, kerukunan, pernikahan dan kaitannya dengan kehidupan bernegara, kebebasan beragama, toleransi, radikalisme, perkawinan antar agama, pidana, waris, perkawinan sejenis, LGBT, dosa, agama, reinkarnasi, mayoritarianisme agama, karma, apakah Tuhan itu ada dan banyak lagi pertanyaan tentang spiritualitas, Ketuhanan, kosmologi, hakikat, hukum, politik, kenegaraan, dan kehidupan pada umumnya saya dengar dan harus saya jawab. Saya pikir para rohaniwan, cendekiawan dan pemuka-pemuka agama sangat mungkin menghadapi situasi yang sama.

Jawaban-jawaban yang diberikan biasanya bersanding dengan jawaban-jawaban berdasar agama-agama lain. Ada pertanyaan-pertanyaan yang dapat saya jawab secara langsung, ada pertanyaan yang perlu dipikirkan, direnungkan, di analisa, didiskusikan dan dianalogikan.

Dalam menjawab pertanyaan kewajiban menyusui anak, jawaban yang diberikan bisa saja berhampiran dengan agama lain, tapi bisa juga berbeda.

Tak semua jawaban yang saya berikan memuaskan atau sama dengan jawaban yang diberikan oleh para pakar, cendekiawan, dan rohaniwan Khonghucu. Begitulah sifat agama, manusia hanya dapat mencoba menggali dan menafsirkan. Hasil penggalian dan penafsiran bisa saja berbeda. 

Mashab dan aliran lahir karena keterbatasan manusia dalam menggali dan menafsirkan. (US) 06082019

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG