PERSEMBAHYANGAN DI RUMAH YANG TERLUPAKAN

Salam Kebajikan,

Saya teringat masa kecil di pertengahan tahun 1970-an, saat kedua orang tua masih hidup. Papa dan mama adalah orang-orang yang sangat religius. Setiap persembahyangan besar yang biasa dan boleh dilakukan di rumah, pasti akan dilaksanakan. Seluruh anggota keluarga akan bersembahyang ke meja abu leluhur, setelah terlebih dahulu dimulai dengan persembahyangan kehadirat Tian oleh papa, menghadap ke luar rumah. Sajian lengkap dan sajian khas biasanya tertata di meja sembahyang.

Sebagai anak kecil, saya tak tahu apa artinya, tapi saya ikuti saja apa yang dilakukan papa dan mama. Sesekali papa menjelaskan makna filosofis perlengkapan dan sajian sembahyang. Apa yang dijelaskan papa sangat menarik, sampai hari ini saya masih mengingatnya walau tidak lengkap, misalnya mengenai sepasang lilin dan hio-hio yang tertancap di hiolo (xiang lu).

Kata papa sepasang lilin itu melambangkan matahari dan bulan, hio-hio adalah bintang. Samseng mewakili tiga alam: udara, air dan darat. Meja sembahyang ada yang tinggi dan yang rendah. Yang tinggi adalah meja hakim, yang pendek adalah meja jaksa dan pembela. Kita bersembahyang artinya 'diadili' oleh 'hakim' atas perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan. Maka dalam kehidupan kita harus banyak berbuat kebajikan, jangan berhati bengkok, harus berhati lapang, tidak iri dengki.

Banyak cerita-cerita papa mengenai agama yang saya dengar, baik mengobrol langsung maupun menguping. Di lain pihak, mama dengan tulus menyiapkan dan menjalankan persembahyangan dengan setulus hati dan penuh iman. Di samping melaksanakan persembahyangan besar, mama setiap malam sejak berusia delapan belas tahun hingga beliau berpulang selalu bersembahyang kehadirat Tian, bahkan walau sakit mama tak pernah absen sembahyang. Mama begitu yakin persembahyangan yang dilakukannya selama berpuluh tahun membawa berkah bagi kehidupannya. Mama merasakan apa yang dilakukannya membuat kehidupannya semakin baik dari hari ke hari dan membawa berkah bagi anak, cucu, dan keturunan.

Menurut saya, papa dan mama adalah pasangan penganut agama Khonghucu yang luar biasa. Papa bertahun-tahun mencari jati diri sejati ke banyak tempat, termasuk menjadi penjaga litang dengan kemauan sendiri selama 6 tahun. Kata papa dia menjadi pelayan nabi, pelayan nabi adalah orang yang paling dekat dengan nabi. Papa menemukan jati diri sejati saat melayani nabi di litang. Papa menjadi orang yang sangat religius, lebih tepatnya spiritual. Maka tak heran Papa banyak bercerita mengenai filosofi dan juga aspek mistis agama dan persembahyangan. Sedangkan mama teguh dengan keyakinannya pada persembahyangan tanpa perlu tahu maknanya apa.

Beliau berdua sangat bangga menjadi penganut agama Khonghucu, agama leluhur. Bahkan ada satu bagian dari masa kecil saya, di rumah kami diadakan 'kebaktian' keluarga. Saya selalu menjadi pendamping dua kakak di atas saya membacakan kitab Sishu, kakak-kakak serta papa dan mama mendengarkan. Tak heran keluarga papa dan mama menjadi keluarga Khonghucu. Boleh dikatakan semua kakak beradik di keluarga saya ketika itu adalah aktivis Khonghucu.

Saya menuliskan catatan ini karena saya baru saja membaca kembali Kitab Liji lalu pikiran saya menerawang ke masa saya kanak-kanak dan teringat satu persembahyangan dengan sajian kue onde berwarna merah dan putih (di keluarga saya ditambah warna hijau) bukan hanya pada saat Dongzhi (21/22 Desember) tapi pada saat tanggal 21/22 Juni juga. Maka jadilah saya menuliskan kenangan masa saya masih kanak-kanak ketika papa dan mama belum berpulang keharibaan kebajikan Tian. Sudah bertahun-tahun sejak saya ke Jakarta, saya tak pernah melihat dan melakukan persembahyangan ini lagi.
Kitab Liji Za Ji B: II. 24 menuliskan mengenai persembahyangan pada leluhur ini.
"Pada saat Zheng Yue, saat matahari di garis balik selatan, itu saat melakukan sembahyang kepada Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa). Pada saat Qi Yue, saat matahari di garis balik utara, itu saat melakukan sembahyang kepada leluhur...".
Kita tak perlu terfokus dengan istilah Qi Yue atau bulan ketujuh, tapi yang perlu kita perhatikan adalah saat matahari di garis balik lintang utara (23 1/2 derajat Lintang Utara) dilaksanakan persembahyangan pada leluhur. Pada penanggalan Masehi, matahari berada di 23 1/2 derajat Lintang Utara adalah tanggal 21/22 Juni. Awal Tahun baru penanggalan dinasti Zhou adalah saat matahari di garis balik Lintang Selatan (Dongzhi), pada penanggalan Masehi tanggal 21/22 Desember. Orang tua saya melaksanakan persembahyangan pada saat matahari di garis balik itu dengan sajian onde.

Entah mengapa, belakangan saya belum pernah melihat persembahyangan tersebut dilaksanakan oleh keluarga-keluarga lain dan tak ada dalam 14 persembahyangan besar yang dilaksanakan umat Khonghucu Indonesia, padahal kita tahu, persembahyangan agama Khonghucu berkenaan dengan yin yang, peredaran alam dan mengutamakan ketepatan waktu. 

Perlu dikaji lebih dalam agar kita tidak lalai. (US) 31082019

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG