BERBICARA ITU ADA SENINYA

Salam Kebajikan,

Baru saja saya selesai membaca buku "Bicara itu Ada Seninya" yang ditulis oleh Oh Su Hyang, seorang dosen dan pakar komunikasi terkenal di Korea Selatan.

Buku ini mengingatkan kembali pada training 12 minggu The Dale Carnegie Fundamental Course yang saya ikuti setiap hari Sabtu dari tanggal 15 Mei 1995 sampai dengan 29 Juli 1995. Pada training yang saya ikuti lebih dari dua dasawarsa yang lalu, saya mendapat pelatihan public speaking yang begitu menarik dan sangat berkesan.

Buku Oh Su Hyang memberi kiat-kiat praktis bagaimana kita bisa menjadi pembicara yang baik, efektif dan digemari. Dia juga memberi kiat-kiat untuk memperbaiki kualitas suara dan hal-hal yang perlu serta tidak perlu diucapkan. Dengan tujuan agar cepat menemukan jodoh, mendapat pekerjaan, menjadi penjual yang baik, pembicara yang baik, penyiar yang baik, dan lain-lain. Kata-kata tertentu yang diucapkan ternyata menghalangi perjodohan dan kesuksesan karir dan bisnis. Seringkali kita tak menyadari.

Buku ini memperkuat, melengkapi dan memperluas cakupan buku The Quick and Easy Way to Effective Speaking dan buku Speak More Effectively dari Dale Carnegie yang saya peroleh 24 tahun yang lalu saat pelatihan.

Dalam salah satu bagian buku Oh Su Hyang diberikan kiat dari pembawa acara Yoo Jae Suk, seorang pembawa acara terbaik di Korea dalam berbicara "komunikatif" yang sangat diperlukan oleh mereka yang tertarik berbicara dan berkomunikasi dengan baik.

Saya kutipkan Sepuluh Aturan Komunikasi Yoo Jae Suk:

1. Kata-kata yang tidak bisa diucapkan di "depan", jangan dikatakan di "belakang". Gunjingan sangatlah buruk.

2. Memonopoli pembicaraan akan memperbanyak musuh. Sedikit berbicara dan perbanyak mendengar. Semakin banyak mendengar akan semakin baik.

3. Semakin tinggi intonasi suara, makna dari ucapan akan semakin terdistorsi. Jangan menggebu-gebu. Suara yang rendah justru memiliki daya.

4. Berkata yang menenangkan hati, bukan sekadar enak didengar.

5. Katakan yang ingin didengar lawan bicara, bukan yang ingin diutarakan. Berbicara yang mudah dimengerti, bukan yang mudah diucapkan.

6. Berbicara dengan menutupi aib dan sering memuji.

7. Berbicara hal-hal yang menyenangkan, bukan menyebalkan.

8. Jangan hanya berkata dengan lidah, tetapi juga dengan mata dan ekspresi. Unsur non verbal lebih kuat daripada unsur verbal.

9. Tiga puluh detik di bibir sama dengan tiga puluh tahun di hati. Sepatah kata yang kita ucapkan mungkin saja akan mengubah kehidupan seseorang.

10. Kita mengendalikan lidah, tapi ucapan yang keluar akan mengendalikan kita. Jangan berbicara sembarangan dan bertanggung jawablah terhadap apa yang sudah Anda ucapkan.


Saya termasuk orang beruntung karena banyak mendapat pelatihan yang dibiayai oleh perusahaan tempat dahulu saya bekerja dengan biaya yang tidak murah. Saya pun bersyukur karena dapat membeli dan membaca buku-buku berbobot serta mengikuti seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan yang berguna bagi pengembangan diri saya, bahkan pasca saya tidak bekerja lagi di perusahaan dan berwirausaha sendiri. Semua itu dapat saya gunakan untuk mendukung aktivitas sosial keagamaan—seperti mengajar, menjadi pembicara, menjadi dosen, serta pengembangan usaha.

Hari ini saya bagikan keberuntungan dan rasa syukur saya pada Anda yang belum sempat membaca dengan bercerita dan mengutipkan beberapa bagian dari buku "Bicara itu Ada Seninya".

Saya yakin kiat-kiat ini akan memberi keberuntungan pada Anda bila diterapkan. (US) 09112019

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG