BAGI ORANG TIONGHOA, LEBIH TUA LEBIH AFDOL

Salam Kebajikan,

Saat membaca buku, otak dan hati saya selalu bekerja 'menelusuri' ayat kitab Sishu Wujing yang pernah saya baca, sesekali saya buka kembali ayat yang berkelebat dalam pikiran saya. Tentu saja ada prinsip-prinsip dan nilai-nilai tertentu yang sama, berhampiran, berbeda bahkan bertolak belakang antara kitab Sishu Wujing yang menjadi panduan dasar dalam saya berpikir dan bertindak dengan buku yang saya baca.

Tak berlebihan bila saya katakan buku yang saya baca kadang memberi jawaban atas beberapa hal dalam Sishu Wujing yang saya kurang pahami dengan sempurna, kadang memperkaya dan memberi saya perspektif baru tentang Sishu Wujing. Apapun itu, bagi saya Sishu Wujing adalah kitab yang luar biasa, mengandung nilai-nilai kebajikan dan tuntunan dao yang bila diterapkan dalam kehidupan, tak ternilai harganya. Tak ada buku-buku bagus yang pernah saya baca, tidak bermuara pada kitab Sishu Wujing, padahal penulis buku tersebut mempunyai agama dan budaya berbeda.

Mungkin saya terlalu subjektif karena Sishu Wujing telah terpaku begitu dalam pada diri saya. Entahlah. Saya pikir kaum orientalis pun (yang umumnya dari Barat) sangat subjektif, tidak objektif dalam menulis tentang agama dan budaya Timur, karena mereka mendasarkan cara berpikir dari kacamata iman mereka. Kesadaran akan kemungkinan subjektifitas inilah, studi perbandingan agama dianggap tidak pas dan digantikan dengan studi agama-agama.

Sulit membandingkan agama dengan objektif, karena kita mengimani suatu agama. Kaum orientalis telah melakukan 'dosa besar' dalam menulis agama Timur dari kacamata imannya, yang menempatkan agamanya berada di tempat yang lebih benar dan lebih tinggi. Satu fakta yang tak dapat dipungkiri.

Kesadaran atas hal ini beberapa dekade belakangan melahirkan kaum oksidentalis. Mereka tak rela agamanya dinilai berdasarkan kacamata iman yang berbeda yang seringkali menimbulkan kerancuan, bahkan pelecehan dan 'pemorakporandaan' sebagai akibat subjektivitas penulis dibalut dalam slogan metoda ilmiah yang absurd, yang acapkali didalamnya ada misi tertentu dari si penulis.

Berkaitan dengan subjektifitas ini, kita bisa membaca tulisan di medsos-medsos yang berbau ketionghoan, orang seringkali dengan sengaja tidak jujur atau dengan sengaja menyajikan sejarah secara terpenggal dalam menuliskan sesuatu topik atau menilai suatu ajaran dari kacamata keyakinannya sendiri yang berbeda dan akhirnya terjadi debat kusir. Coba tilik latar belakang keyakinan orang tersebut, kita akan tahu mengapa dia menulis seperti itu. Sekali lagi berkaitan dengan objektivitas dan subjektivitas seseorang. 

Satu hal yang umum pada kalangan Tionghoa, seperti ditengarai oleh Fung Yu Lan dalam buku "Sejarah Filsafat Cina", orang Tionghoa itu dari zaman ke zaman selalu berupaya agar tokoh dan ajaran yang diyakininya adalah ajaran yang lebih tua bahkan paling tua dibandingkan tokoh atau ajaran lain. Sifat umum dalam pemikiran orang Tionghoa makin tua makin afdol dan makin hebat. Mengenai sumber klaimnya dari mana tak lagi menjadi penting. Yang penting lebih tua dan lebih dulu. Sumber sahih tak lagi penting.

Anda tak percaya?

Coba Anda baca buku Fung Yu Lan, Anda tentu akan tahu misalnya tentang Taoisme itu berbeda sekali dengan klaim yang ada sekarang dalam masyarakat yang penuh mitos dan legenda; atau tentang Buddhisme masuk ke Tiongkok atau awal mula dan apa itu San Jiao (Tridarma??) yang sangat berbeda dengan klaim yang beredar di medsos dan buku-buku yang diterbitkan oleh penulis Tionghoa tertentu, yang menyajikan informasi sepotong dan mengaburkan pembaca karena tak berdasar sejarah yang utuh. 

Jadi, jangan heran pula kalau sekarang ramai beredar klaim adanya penanggalan Huang Di Era (HE) 4718 yang lebih tua dari 2571 Kongzili. 

Sumbernya darimana tidak penting, awal tahunnya (tahun barunya) berbeda tidak penting, yang penting lebih tua dan lebih duluan, sehingga bisa merayakan sincia/xin nian tanpa perlu dikaitkan dengan agama tapi dengan etnis.

Namanya juga orang Tionghoa. 

Sudah dari sononya begitu.

Bukan kata saya loh. 

Itu kata Fung Yu Lan.

Bagi Anda yang merasa tua, tak usah khawatir, artinya Anda tambah Afdol. 

Happy Chinese New Year 2020. 

Eh, maaf salah, itu penanggalan Masehi, dan untuk etnis tertentu saja.

Saya maunya yang lebih tua dan punya sejarah.

Kepada semua yang beribadah dan merayakan, apapun etnis Anda, saya mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili. 

Xin Nian Kuai Le. (US) 30012020

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG