TANGGAL CANTIK TAHUN CANTIK XIN NIAN 2571 KONGZILI

Salam Kebajikan,

Hari ini tanggal 0202-2020, tanggal cantik kata orang-orang. Dibaca dari depan atau belakang sama saja, sama cantiknya dengan 2002-2002 yang sudah delapan belas tahun berlalu dan tanggal-tanggal unik lain yang tak kalah cantiknya.

Memang cantik, apalagi bila dikaitkan dengan suatu peristiwa atau perhelatan sehingga diharapkan mudah diingat dalam jangka waktu lama, menorehkan kenangan. Tentu saja setiap hal yang cantik, unik dan mudah diingat bagi orang-orang tertentu merupakan peluang untuk melakukan sesuatu yang menghasilkan kenangan atau keuntungan, tapi bagi sebagian lainnya tanggal ini sama cantiknya, sama buruknya dan sama biasanya dengan hari-hari lain, tak ada yang istimewa.

Kehidupan memang demikian adanya, manusia memandang dunia tidak dalam sudut pandang yang sama. Kita tidak seragam. Tak bisa dipaksa sama dan seragam. Bahkan dalam pemerintahan otoriter sekalipun, selalu saja ada pihak yang tak setuju. 

 Dalam keyakinan saya, yang sama dan seragam berlaku dalam alam semesta hanyalah Tian Li (Hukum Tian). Tapi toh keyakinan saya pun pasti ada yang tak setuju. Bagi sekelompok orang, hukum Tuhan itu hanya berlaku bagi golongan tertentu saja.

Bahkan kalau kita perhatikan lebih jauh, orang memandang Tuhan pun tak sama. 

Tak heran bila di dunia ini ada banyak kelompok, aliran, paham, golongan, -isme. Dunia memang tidak hitam semua, tidak putih semua, bahkan warna merah, biru, jingga, kuning, hijau, nila, ungu tak semua sama, ada yang cerah ada yang agak gelap, ada yang gelap. 

Dalam alam semesta berlaku hukum yin yang. Dengan adanya perbedaan dunia menjadi dinamis, karena perbedaan, manusia melahirkan/menciptakan sesuatu dan membangun sesuatu, karena perbedaan pula manusia menghancurkan dan melenyapkan sesuatu. Alam pun sama, dinamis, merubah dan melebur sesuatu. Begitulah perbedaan adalah dao. Satu yin satu yang itulah dao.

Beberapa tahun terakhir terjadi fenomena menarik di Indonesia setiap menjelang dan saat memasuki tanggal 21 Januari sampai dengan tanggal 19 Februari, ya menjelang xin nian (tahun baru). Fenomena yang terjadi sebetulnya sesuatu yang terlihat di permukaan, di dalamnya berkecamuk bermacam tafsir dan kepentingan.

Sebetulnya fenomena yang terjadi bukanlah fenomena baru, pertarungan tafsir dan kepentingan telah berjalan berabad-abad. Untuk Indonesia pun demikian. Fenomena yang terjadi berkaitan erat dengan politik. Politik di negeri kita dan politik di negeri sana. Politik adalah tentang kepentingan dan kekuasaan. Siapa yang berkuasa di sini dan di sana akan berpengaruh seiring berjalannya waktu.

Kepentingan dan kekuasaan sekarang ini hampir di seluruh dunia berkait erat dengan penguasa sesungguhnya, yaitu UANG, hanya mungkin dibalut dengan jargon-jargon nasionalisme, persatuan, kemajemukan, pembangunan, budaya, bahkan kebajikan dan agama. 

Kemajemukan dan pembangunan tak boleh atas dasar yang keliru. 

Tak boleh di Indonesia ada etnis, suku bangsa, ras, agama atau golongan tertentu yang mendapat keistimewaan, sementara etnis, suku bangsa, ras, agama dan golongan lain tersingkirkan, entah disadari atau tidak disadari. 

Karena sesungguhnya Indonesia merdeka atas kerja sama gotong royong berbagai etnis, suku, ras, agama dan golongan. Indonesia yang bhinneka dibangun di atas dasar Pancasila. Pancasila mengamanatkan bangsa Indonesia membangun berdasarkan nilai-nilai moral, kebajikan dan hukum. Saat sendi-sendi pokok tidak dipatuhi dan diabaikan, walau nampak di permukaan dibalut jargon untuk mewujudkan harmoni yang Indah demi kemajuan negeri, entah apa yang akan terjadi pada bangsa ini.

Pemimpin kita, sadar atau tidak sadar dalam beberapa hal telah menimbulkan keretakan dan ketersingkiran rakyatnya. Coba saja tengok ke beberapa daerah, bahkan di Jabodetabek yang dekat dengan pusat kekuasaan, akan kita dapati saudara sebangsa kita yang dizolimi dan terzolimi hanya karena alasan agama dan kepercayaannya. Mereka menuntut kesetaraan dan keadilan di negeri Pancasila ini. Mereka terinjak dalam ketakberdayaan. Ada sendi-sendi pokok berdirinya negara Indonesia yang diabaikan dan tak dipatuhi oleh penguasa yang mesti diperbaiki. 

Jangan sampai perayaan tahun baru imlek yang ditutup dengan capgome menambah persoalan bangsa karena pemerintah gamang untuk berdiri pada prinsip yang ajeg.

Tak seharusnya sampai timbul istilah Imlek Rakyat Pinggiran dan Imlek Konglomerat hanya karena ada pihak tertentu yang merasa diperlakukan tidak adil dan pemimpin tidak ajeg pada prinsip. Tahun baru imlek di Indonesia adalah tahun baru imlek bersama bangsa Indonesia yang dibangun atas dasar kesetaraan dan keadilan.

Shu Jing V. Zhou Shu, XXVII. Lu Xing: 7 mengingatkan kepada para pemimpin tentang prinsip dasar yang akan diikuti dan mempersatukan rakyat, "... Kewibawaan Kebajikanlah yang menimbulkan rasa takut dan hormat, dengan kecerahan kebajikanlah membawa kecerahan bagi semua" yang dijadikan tema perayaan hari raya Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili Tingkat Nasional MATAKIN pada tanggal cantik 02022020/Zhengyue 09, 2571 di JCC,"De Wei Wei Wei, De Ming Wei Ming" Wibawa Kebajikan Menumbuhkan Takut (dan) Hormat, Gemilang Kebajikan Menumbuhkan Kecerahan" (Shu Jing V. XXVII: 7).

Apakah tema itu menyindir pemerintah sekarang? 

Entahlah.


Tema-tema Perayaan Hari Raya Tahun Baru Imlek—yang diadakan MATAKIN sejak pertama kali diadakan tanggal 17 Februari 2000 di Balai Sudirman yang dihadiri oleh Presiden Gusdur beserta Wakil Presiden Megawati, Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tanjung, dan banyak pejabat negara serta tokoh masyarakat ketika itu termasuk Pak SBY yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi—memang begitu, selalu mengambil dari ayat kitab Sishu Wujing.

JASMERAH, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. (US) 02022020

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG