COVID-19 DAN KESEDERHANAAN CINTA KASIH

Salam Kebajikan,

Bulan-bulan terakhir dengan merebaknya corona, COVID-19, kehidupan kita dipenuhi rasa khawatir dan galau, hampir semua sisi kehidupan terpengaruh. Pesimisme merebak memenuhi diri mengirimkan qi negatif pada alam. Tak mengherankan dunia terasa pengap, sesak, gelap menggelisahkan tak punya masa depan. Apalagi kita saksikan dalam kondisi yang memerlukan kepemimpinan yang kuat, penanganan yang tepat dan kesadaran serta kepatuhan bersama semua pihak, justru yang terjadi sebaliknya.

Pada awalnya kita terkesan menganggap enteng apa yang terjadi hingga kita sadari bahwa virus yang tak terlihat itu telah hadir di tengah-tengah kehidupan kita tanpa pandang bulu, tanpa memandang SARA, telah menjadi pandemi. Beribu orang tak terobati, mendahului kita berpulang pada alam keabadian.

Tapi kita pun jangan menutup mata bahwa para ahli kesehatan, dokter, dan peneliti telah dan terus berjuang dengan segenap akal dan nurani untuk mengatasi kehadiran virus jenis baru ini dan mereka telah berhasil mengobati sebagian besar orang yang terpapar dengan berbagai daya upaya.

Sikap canda, saling mencerca, perdebatan dan arogan tidaklah pada tempat dan waktu yang tepat. Ego, keakuan, angan-angan kosong, keangkuhan dan keinginan menang sendiri, mengutamakan hasrat kuasa, pencitraan dan politisasi sudah seharusnya disingkirkan. Kita semestinya kembali pada jati diri kita sebagai bangsa gotong royong, religius suka menolong. Sudah semestinya kita mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan diri, kelompok dan golongan.

Pada situasi krisis seperti ini selalu menghadirkan ancaman dan peluang, bukan saja bagi dunia, bangsa dan negara kita, tapi terlebih bagi diri kita pribadi dan keluarga kita.

Saat seperti ini kita bisa memilih untuk terkurung dalam pesimisme, rasa ngeri, takut, gelisah, galau, menyalahkan dan keluh gerutu ataukah tanpa lupa akan kewaspadaan atas realitas yang ada, kita melakukan tindakan-tindakan sederhana yang menunjukkan hakikat kemanusiaan. Kita perlu berbagi cinta kasih kita pada sesama, tak harus dengan tindakan-tindakan heroik seperti para dokter atau relawan yang berada digaris depan memerangi musuh tak kelihatan ini. Biarkan para ahli bekerja untuk itu. Atau tidak juga semua dari kita wajib berdonasi karena keterbatasan ekonomi kita.


Kita lakukan hal-hal sederhana seperti jangan berkerumun, mengurangi kontak dengan orang lain, jaga jarak, bersihkan diri, dan hal-hal lain sesuai prosedur dan anjuran para ahli dan pemerintah. Itu kita lakukan bukan semata-mata karena aturan tapi kita lakukan karena perwujudan cinta kasih kita pada keluarga kita, pada kawan-kawan kita, pada sesama kita, pada anugerah kehidupan ini.

Kesederhanaan dan ketulusan adalah kunci kita dalam menjalani kehidupan, terutama dalam menghadapi keseimbangan alam yang sedang terganggu akibat ulah manusia sendiri yang kita sikapi sebagai ujian dari Tian yang pasti dapat kita atasi dengan sikap, cara berpikir dan tindakan yang tepat dan benar.

Tanpa sikap, cara berpikir dan tindakan yang tepat dan benar akan menempatkan kita pada bahaya. COVID-19 adalah virus yang tak terlihat, orang yang terpapar belum tentu menunjukkan gejala. Menurut penelitian hanya 1 di antara 7 orang yang terpapar karena kontak dengan orang yang diketahui terpapar virus ini. Jadi 6 orang yang lain terpapar tanpa dia menyadari pernah bersentuhan atau kontak dengan orang yang diketahui terpapar virus.

Karena hal inilah mengapa kita perlu menghindari bertemu dalam jarak dekat terlebih lagi bersentuhan, bukan semata-mata tentang kesehatan diri kita dan rasa bakti kita untuk merawat tubuh warisan orang tua, tapi terlebih lagi adalah karena rasa cinta kasih kita pada sesama karena kita tidak tahu apakah kita terpapar virus atau tidak dan menyebabkan kita menularkannya pada orang lain.

Cinta kasih, ren 仁 itu bukan semata-mata tentang diri kita, cinta kasih adalah tentang kita dan orang lain, tentang kita dan sesama kita. Cinta kasih adalah belas kasihan, kepedulian kita pada sesama.

Bagi Anda yang selama ini rajin beribadah kebaktian bersama banyak orang di kelenteng, kongmiao dan litang atau mudik/berziarah ke makam saat Qingming (Ceng Beng) karena kepentingan yang lebih besar, sekarang waktunya Anda dianjurkan untuk sementara beribadah di rumah bersama keluarga Anda dan menunda mudik/ziarah Anda.

Apa yang Anda lakukan adalah perwujudan cinta kasih dan kepedulian Anda pada sesama Anda. Anda bisa menggunakan waktu yang ada untuk membaca, 'kebaktian' di rumah, bersembahyang, berdoa membaca kitab suci, membaca buku-buku agama, membaca blog ini kalau Anda tertarik, mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu rohani, jingzuo, membersihkan altar leluhur, membersihkan perlengkapan sembahyang, berdiskusi dengan anak-anak, mengokohkan hubungan keluarga. 

 Mengasah spiritualitas Anda, melengkapi puzzle-puzzle pembinaan diri yang selama ini mungkin terlewatkan. Menyelami hati, mengenal watak sejati untuk mengenal Tian dengan lebih intim. Menjaga hati, merawat watak sejati untuk mengabdi pada Tian.

Apa yang Anda lakukan sementara itu tidak mengurangi makna dan tujuan ibadah Anda, apa yang Anda lakukan tidak mengurangi iman Anda.

Bagi Anda yang selama ini kurang rajin beribadah, sekaranglah waktunya melakukan hal yang sama di rumah seperti di atas untuk mengasah spiritualitas Anda agar Anda mengenal diri sejati Anda dan mengenal Tian.


Selalu ada peluang untuk memperbaiki diri di tengah krisis, krisis bukanlah hanya berarti ancaman. COVID-19 dan penyakit-penyakit lain adalah ujian dari Tian yang kita yakini dengan iman akan dapat kita lalui dan menjadikan kehidupan ini lebih baik karena spiritualitas, sikap, cara berpikir dan tindakan yang tepat dan benar.

Mari kita renungkan keteladanan Nabi dalam menyikapi suatu peristiwa berdasarkan cinta kasih dan bagaimana Beliau menghargai keahlian orang lain yang menguasai bidangnya.
Pada suatu hari ketika Nabi Kongzi berada di istana, kandang kuda terbakar, setelah pulang beliau bertanya, "Adakah orang yang terluka?" Beliau tidak menanyakan tentang kudanya.
—Lunyu X: 17
Fanchi mohon belajar cara bersawah.
Nabi menjawab, "Di dalam hal ini, Aku tidak menang dengan seorang petani tua."
Bertanya lagi cara berkebun.
Dijawab, "Aku tidak menang dengan seorang tukang kebun yang tua."
Fanchi keluar.
Nabi bersabda, "Sungguh sempit pandangan Fanxu."
—Lunyu XIII: 4
"Cinta kasih itulah kemanusiaan, dan kalau kata itu telah satu dengan perbuatan, itulah dao (Jalan Suci)".
—Mengzi VII B: 16, Zhongyong XIX: 5
Tentang bencana, dapat membaca lebih lanjut di Liji, Yue Ling I-III.  (US) 20032020

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG