SETARA ITU BUKAN SAMA

Salam Kebajikan,

Setiap tanggal 21 April, kita bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini.

Kartini adalah pejuang emansipasi yang mempertanyakan subordinasi wanita oleh pria dan berjuang untuk adanya kesetaraan melalui tulisan-tulisannya yang bernas. Kartini mempunyai pemikiran mendahului zamannya yang dipenuhi dengan ketidaksetaraan dalam budaya patriarki yang begitu mengakar, menempatkan wanita pada sedikit pilihan dalam menapaki kehidupannya. 

Kita tak berada pada waktu yang sama dengan Kartini dan para perempuan di zamannya, tapi dari sejarah dan surat-surat Kartini kita dapat membaca, membayangkan dan merasakan betapa ketakadilan begitu mencengkeram para Wanita, tak terkecuali pada Kartini.

Banyak perempuan negeri ini berjuang bagi kemerdekaan negeri maupun kemerdekaan kaumnya seperti Tjut Nyak Dien, Tjut Nyak Meutia, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Hajjah Rangkayo Rasuna Said, Auw Tjoei Lan, dan lain-lain.

Walaupun telah banyak kemajuan yang kita rasakan dibandingkan dengan pada zaman R.A. Kartini, kita tak boleh menutup mata masih adanya diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan negeri ini di banyak daerah, di seluruh pelosok nusantara, dalam berbagai bidang kehidupan, dengan berbagai macam alasan baik politik, sosial, ekonomi, budaya dan agama. Perjuangan kesetaraan belum selesai dan harus terus diperjuangkan. 

Sejatinya keberhasilan perjuangan ditandai dengan kehidupan yang lebih baik dan bermakna sesuai tujuan keberadaan kita sebagai manusia ciptaan Tian.

Kesetaraan laki-laki dan perempuan seperti juga kesetaraan yin-yang akan melahirkan banyak kebaikan bagi manusia dan alam semesta saat laki-laki dan perempuan tidak melupakan kodrat kemanusiaannya. Bulan tetap memancarkan keindahan dan menerangi kegelapan di malam hari tanpa harus berubah menjadi matahari. 

Jurus taiji yang lembut dan halus adalah ilmu tertinggi dalam dunia persilatan tanpa harus menjadi keras dan kasar. Api yang panas berbeda dengan air yang adem. Gigi dan lidah tidaklah sama tapi mampu bekerjasama. Langit dan bumi berbeda, satu aktif satu pasif namun kerjasama keduanya menumbuhkan dan melahirkan berlaksa wujud dan benda.

Kesetaraan bukanlah tentang menjadi sama antara jenis manusia yang terlahir berbeda, kesetaraan adalah tentang kesempatan yang terbuka lebar bagi siapapun tanpa membedakan gender dalam berbagai bidang kehidupan. Kesetaraan adalah tentang penghargaan kita pada kemanusiaan. Keterbukaan kesempatan bukanlah hal yang membolehkan ketidakharmonisan. 


Dalam kesetaraan, perempuan dan laki-laki perlu semakin saling mengerti satu dengan lainnya, saling berbicara dan saling berbagi, saling tenggang rasa bukan saling memaksa atas perubahan-perubahan yang terjadi. 

Kesetaraan berarti kita memperbaharui janji kita untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan lebih baik lagi dengan kerjasama saling mengisi dalam hampir semua aspek kehidupan kita, baik di dalam maupun di luar rumah.

Alat musik yang berbeda-beda dalam orkestra tetap dapat ditabuh harmonis saat ada sinkronisasi tempo, dinamika, artikulasi, frase, repetisi, dan preparasi. Aspek-aspek tersebut tak bisa dituliskan secara jelas dalam partitur atau notasi musik. Perlu konduktor untuk melakukan itu.

Maka berbicaralah, aturlah, buat kesepakatan hai laki-laki dan perempuan. Apakah itu mengenai peran di dalam rumah ataukah peran di luar rumah. Tak bisa ada dua matahari, tapi matahari dan bulan dapat bekerjasama memberi sinar di waktu yang berbeda. 

Yin Yang itu bukanlah pertentangan dikotomi yang eksklusif antara aktif dan pasif, keras dan lembut. Yin Yang adalah tentang kerjasama komplementer antara keduanya.

Ada batasan-batasan yang kadang tak dapat dilanggar tanpa menyebabkan keretakan dan itu memerlukan sikap saling mengerti, toleransi, dan mencintai agar laki-laki dan perempuan tetap harmonis dalam kesetaraan. (US) 21042020


Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG