MEMASUKKAN MUTIARA PADA JENAZAH


Salam Kebajikan, 
惟德動天,
Selamat pagi suhu...
Mau tanya, orang meninggal pas sebelum peti ditutup, orang yayasan ada masukin seperti mutiara ke dalam mulut nya... 
Ada yang bilang kalo dimasukin mutiara gitu, nanti dia di alam sana gak bisa bicara ya? 
Atau gimana ya...
Mohon penjelasannya.
Kamsia semua.
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang saya comot dari salah satu grup.

Dahulu jenazah hampir setiap orang Tionghoa tentu memperoleh perlakuan seperti ini. Entah sekarang, karena agama dan keyakinan orang-orang Tionghoa semakin beragam.

Seperti biasa, jawaban atas pertanyaan di atas pun beragam. Kebanyakan jawaban yang diberikan adalah berdasarkan apa yang mereka dengar dari mulut ke mulut dan tidak tahu darimana sumber asalnya.

Contoh jawaban yang saya comot dari grup dan mbah google.

Dari grup facebook:
Gini... Totalnya ada 7 mutiara : 2 di mata (biar bisa lihatnya terang)
2 di hidung (biar nafasnya lancar)
2 di kuping (biar bisa dengar)
1 di mulut (biar lancar kl ditanya)


Dari mbah google:
Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.

Bisa jadi ada beberapa jawaban lain yang beredar dalam masyarakat. 

Tulisan ini bukan untuk mengomentari jawaban-jawaban di atas, tapi mencoba menjawab dari perspektif Ru Jiao (Agama Ru-Konghucu).

Bagaimana asal usul dan untuk tujuan apa memasukkan mutiara ke dalam mulut jenazah yang tercatat dalam kitab suci Ru-Konghucu?

Mari kita buka Kitab Liji (Catatan Kesusilaan).
"Mengisi mulut (jenazah) dengan nasi yang diganti dengan beras dan mutiara timbul dari rasa tidak tega membiarkannya kosong. Itu bukan bermaksud memberinya makanan, maka digunakan benda yang indah."

—Liji IIB Tan Gong I: 24

Dalam Mengzi VIIB: 31.1 dikatakan: 
"Orang tentu mempunyai perasaan tidak tega akan sesama manusia. Bila dikembangkan sampai berhasil, itulah Cinta Kasih. Orang tentu mempunyai perasaan adanya hal-hal yang yang tidak layak dilakukan. Bila dikembangkan sampai berhasil, itulah kebenaran."

Betapa penting perasaan tidak tega ini dalam diri manusia, coba Anda buka Mengzi IIA: 6. Ayatnya cukup panjang sehingga Anda perlu buka sendiri kitabnya.

Secara ringkas: orang yang tidak mempunyai perasaan tidak tega (yang menimbulkan perasaan belas kasihan) itu bukan orang lagi. Raja-raja suci zaman dulu menjalankan pemerintahan berdasarkan perasaan tidak tega sehingga menjadikan mereka raja besar.

Begitulah ajaran agama Konghucu. Sebagai umatnya, kita selalu dibimbing untuk mengembangkan benih-benih kebajikan yang telah Tian firmankan dalam diri kita. Bahkan perlakuan kita terhadap jenazah tak terlepas dari spirit dan upaya kita untuk senantiasa hidup menempuh dao (Jalan Suci). Karena ajaran Konghucu mengajarkan pada kita bahwa Jalan Suci itu tak boleh terpisah biar sekejap pun. Yang boleh terpisah itu bukan Jalan Suci.

Dengan senantiasa hidup dalam Jalan Suci akan memampukan kita mengerti mengenai kehidupan dan dengan mengerti mengenai kehidupan, kita akan mengerti mengenai hal setelah mati. Pada pokoknya, semua upaya untuk hidup dalam Jalan Suci berkaitan erat dengan proses pembinaan diri.

Seringkali umat Konghucu abai pada nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam suatu kebiasaan, termasuk dalam memasukkan mutiara pada mulut jenazah sehingga mudah terombang-ambing oleh perubahan zaman. 

Sekarang saatnya nilai-nilai kebajikan itu digali kembali dan dipahami. Jangan hanya fokus pada hal 'mistis' setelah terjadinya peristiwa yang kita namakan 'kematian'.  (US) 25022021


Liji IIB Tan Gong I: 24, Mengzi VIIB: 31.1, Mengzi IIA: 6, Zhongyong U: 1-3, Lunyu XI: 12.2, Daxue U: 1-6.

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG