MENERUSKAN 'TRADISI'


Salam Kebajikan, 
惟德動天,

Hari Kamis lalu adalah wu yue chu yi 2572 Kongzili, seperti biasa sesuai perintah agama yang kemudian menjadi tradisi, kami sekeluarga melaksanakan persembahyangan pada Tian, orang tua, dan segenap leluhur.

Memasuki bulan kelima (wu yue) berarti telah empat purnama (wang ri) dan lima bulan baru (shuo ri) dilalui. Jadi telah 0–27 kali sembahyang chuyi shiwu dilaksanakan oleh umat Konghucu baik di rumah maupun di kelenteng atau litang—di samping persembahyangan tiap hari yang dilakukan oleh orang yang memegang teguh perintah agama dan menjalankan tradisi.

Bagi sebagian orang, persembahyangan beserta perlengkapan dan pernak perniknya bisa saja sudah kehilangan makna dan hanya menjadi rutinitas semata sehingga berubah menjadi merepotkan dan memberatkan. 

Dalam situasi religiusitas yang telah pudar ini, orang dihadapkan pada setidaknya tiga pilihan: 
  1. tetap meneruskan dengan rutin walau tak jelas makna dan tak tahu untuk apa 
  2. meneruskan walau tak lagi rutin, kadang lupa dengan berbagai alasan 
  3. berhenti melakukan

Banyak tradisi yang pudar seiring zaman karena gagal menancapkan makna pada generasi berikut hingga akhirnya ditinggalkan.

Coba lihat pada 'tradisi' kita sendiri yang kita warisi dari orang tua dan leluhur. Tak usah jauh-jauh, lihat keluarga sendiri. Apakah anak-anak mengikuti dan menjalankan 'tradisi' tersebut? Bagaimana dengan cucu? Silakan Anda jawab sendiri.

Cara mudah untuk melihat bagaimana 'tradisi' ini masih dijalankan dalam masyarakat atau tidak,  dapat dilihat dari keberadaan altar persembahyangan di rumah atau kehadiran generasi anak dan cucu kita di kelenteng/kongmiao litang Silakan Anda perhatikan dan jawab sendiri.

Politik berpengaruh besar. Pendidikan agama di sekolah pun tak dapat dipungkiri menjadi persoalan sendiri. Perkembangan zaman dan perubahan masyarakat dapat pula jadi alasan. Pasangan bisa pula jadi penyebab.

Banyak faktor saling berkelindan menyebabkan lunturnya 'tradisi'. Tapi pernahkah terlintas dalam pikiran mungkinkah penyebab lunturnya tradisi ini karena ulah kita sendiri yang tak cukup belajar mendalami akar dan makna tradisi yang kita warisi sehingga kita tak berdaya saat disapu perubahan?

Pendidikan dan keteladanan dalam keluarga yang menjadi fondasi utama apakah suatu 'tradisi' akan dilanjutkan atau tidak. Orang tua yang berkewajiban memberi pendidikan, oleh karena itu orang tua yang mesti mendidik diri sendiri terlebih dahulu. Setelah itu didik anak dengan sengaja. Jangan ragu untuk meminta dan menekankan pada anak untuk melanjutkan. Mungkin hal itu yang abai dilakukan.

Sebetulnya Mengzi telah mengingatkan pada kita dalam Mengzi VIIA: 5:
"Menjalankan tetapi tidak mengerti maksudnya; berkebiasaan tapi tak mau memeriksa, sepanjang hidup mengikuti tetapi tidak mengenal dao (jalan suci), begitulah kebanyakan orang."

Kitab Da Xue menempatkan pembinaan diri mendahului pembinaan keluarga.

Menjalankan dan meneruskan 'tradisi' seyogianya dipahami maksudnya, diperiksa alas akarnya dan diteliti jalan sucinya sehingga tradisi itu tidak hampa dan dipenuhi makna, terlebih lagi dapat menuntun diri dan keluarga mengarungi kehidupan di zaman apapun sesuai dengan Jalan Suci. Dengan demikian 'tradisi' tak akan luntur dan ditinggalkan.

Bagi saya pribadi 'tradisi' bukanlah sekedar tradisi tapi ada nilai-nilai pendidikan, spiritualitas dan kebajikan di dalamnya yang diajarkan oleh para Sheng (nabi/orang suci) Ru Jiao dan diwariskan pada kita melalui sabda-sabdanya yang tertulis dalam kitab suci.

Maka bagi saya, 'tradisi' ini tidak terhenti pada saya tapi terus dipegang dan dilaksanakan generasi ke generasi. Hal tersebut saya mulai dengan coba belajar dan mendalami makna, nilai, dan jalan sucinya lalu saya ajarkan dan teladankan pada anak dan istri. Kalau saya diberi umur panjang, saya akan bantu anak saya untuk meneruskan pada anaknya.

Dengan demikian saya bukan hanya mewariskan benda materi berupa harta tapi juga makna, nilai, dan jalan suci yang jauh lebih berharga untuk bekal mereka menjalani kehidupan di dunia dan setelah kehidupan. Lengkaplah Yin Yang.

Prinsipnya sederhana, bagaimana bisa mendidik orang lain kalau mendidik keluarga sendiri lalai dan tak mampu?

Saya malu pada orang tua, leluhur dan Tuhan bila tak melakukannya.

Mengenai hasilnya saya berserah diri pada Ming (Firman). (US) 13062021

Mengzi VIIA: 5, Lunyu II: 5, Lunyu III: 12, Liji XIX Sang Da Ji B: 22, Liji XXI Ji Yi II: 6.

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG