RUMAH IBADAT DI KAMPUS PANCASILA


Salam Kebajikan, 
惟德動天,

Hari ini kelenteng Da De Miao 大德廟 (Kelenteng Kebajikan Agung) Universitas Pancasila (UP) diresmikan bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Nabi Kongzi ke-2572. Sungguh kabar menggembirakan dan hadiah istimewa untuk umat Konghucu, khususnya bagi mahasiswa dan dosen Agama Konghucu Universitas Pancasila. 

Sejak jauh hari, saya telah memberi konfirmasi kepada Sekretariat Matakin  tak dapat ikut hadir di kampus untuk menyaksikan secara langsung acara peresmian. Hanya ucapan selamat dan sukses dapat saya sampaikan.

Tahun ini telah lima tahun saya mengajar Mata Kuliah Agama Konghucu di Universitas Pancasila.

Selama lima tahun selalu ada mahasiswa Konghucu yang mengikuti perkuliahan agama Konghucu di semester gasal. Perkuliahan senantiasa dilaksanakan di kampus, kecuali tahun 2020 dan 2021 perkuliahan dilaksanakan secara daring karena pandemi COVID-19. Perkuliahan dilaksanakan pada hari Senin pukul 08.00-09.40 WIB.

Pada semester ini saya mulai menerapkan Student Centered Learning (SCL) dengan Problem Solving dan Project Based Learning menggunakan modul pembelajaran yang telah dikembangkan oleh tim penulis dari Matakin (Ws. Budi Suniarto, Ws. Mulyadi, Ws. Andi Gunawan, dan saya) bekerjasama dengan Kemendikbud. Pembelajaran dengan sistem ini menurut saya lebih mengasyikan. Mahasiswa menjadi lebih aktif dan mendorong mereka berpikir analitis sintesis tentang agama Konghucu sebagai bekal kehidupan.

Saya telah mendengar mengenai rencana pembangunan rumah ibadat enam Agama di UP beberapa tahun yang lalu dari Ir. Gunady H., M.T., dosen dan sekretaris jurusan elektro di UP, seorang aktivis Konghucu yang menghubungi saya untuk mengajar di sana sebagai dosen tidak tetap menggantikan dosen sebelumnya.

Proposal pembangunan rumah ibadat Konghucu mulai dibuat pada bulan Desember 2020. Bersyukur Matakin dilibatkan dalam pembangunan ini.

Beberapa saat saya mulai mengajar di UP, Daoqin Gunady H. mengatakan bahwa dia meminta bantuan saya untuk mengajar di UP agar rumah ibadat agama Konghucu 'dikawal' sehingga 'tidak terlewat' dan dapat berdiri berdampingan dengan rumah ibadat lima agama lain. Ada-ada saja, memangnya saya bodyguard, polisi, preman, atau tentara. Hahaha ...

Ternyata UP seperti namanya sangat menjunjung tinggi Pancasila dan UU sehingga tidak melewatkan Konghucu. Walau sebetulnya alangkah baiknya bila dilengkapi rumah ibadat untuk kepercayaan pada Tuhan YME agar lebih menggambarkan keBhinnekaan Indonesia.

Pada tanggal 22 Desember 2020 pihak Yayasan bertemu dengan Matakin. Xs. Budi Santoso, Ws. Chandra Setiawan dan Ws. Wawan Wiratma sebagai Ketum Matakin berbagai periode hadir mewakili Matakin. Saya merasa plong mendengarnya, artinya saya tak perlu repot-repot 'berdiplomasi'.

Dengan telah berdirinya rumah ibadat tersebut saya lebih 'plong' untuk undur diri sebagai dosen agama Konghucu di UP. Semoga dosen yang menggantikan saya dan mahasiswa Konghucu di UP dapat memanfaatkan rumah ibadat di sana dengan sebaik-baiknya dan semakin banyak mahasiswa yang mengambil Mata Kuliah Wajib Nasional Agama Konghucu di UP.

Ditambah Da De Miao di UP, di Jakarta telah ada tiga altar persembahyangan Da Cheng Zhi Sheng Kongzi bagi para mahasiswa. Satu di sekretariat KBMK Universitas Tarumanagara tempat kegiatan mahasiswa Konghucu Untar dikoordinir dan Mingde dilaksanakan setiap hari Jumat. Di Binus, ada altar persembahyangan portable yang dipasang pada saat kegiatan Mingde di kelas.

Semua hal di atas menunjukkan perkembangan agama Konghucu yang cukup menggembirakan di kampus-kampus Jakarta. Berbeda dengan kondisi 11 tahun yang lalu saat pertama kali saya mengajar agama Konghucu di Untar dan membina mahasiswa pra KBMK di Binus, laksana mencari oase di gurun pasir tandus, tak nampak banyak tanda kehidupan. Walau banyak PR tersisa karena masih banyak kampus yang belum mengajarkan agama Khonghucu. 

Sebetulnya ada satu kampus lagi yang akan mendirikan rumah ibadat enam agama, yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Pada tanggal 5 Maret 2020 saya dihubungi oleh salah satu dosen agama di sana mengenai rencana pembangunan ini. Saya telah menghubungi Ketua Harian Matakin untuk menindak lanjuti. Entah sampai di mana progresnya. 

Kabar terakhir yang saya dengar ditangani oleh Ko Buncin,  Ketua Matakin Provinsi Jateng setelah sebelumnya ditangani oleh Ws.  Andi Tjiok. Saya terakhir berkomunikasi dengan Bu Endang, dosen UGM tersebut tanggal 24 Juni 2020 untuk mengabarkan ko Buncin yang akan bertemu dan berkomunikasi dengan bu dosen mengenai rencana pembangunan rumah ibadat agama Konghucu. Terima kasih Bu Endang atas perhatian pada Konghucu.

Semoga rumah ibadat di UGM tersebut berdiri dan diresmikan penggunaannya seperti di kampus Universitas Negeri Solo (UNS) dan UP.

Pengalaman saya saat mendirikan rumah ibadat di Jakabaring Palembang dengan tanpa dukungan apapun di awal dan konon menurut Pak Kakanwil Kemenag hanya ada 9 umat Konghucu di Sumatera Selatan yang tak diketahui rimbanya dan respon negatif serta penolakan dari suatu aliran keagamaan dan pak pejabat, semua hambatan dapat teratasi dengan people skill,   upaya ekstra, ngotot, dan sedikit nekad. Selamat berjuang!!. (US) 03092021

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG