TAK SELALU BERSESUAIAN PAHAM


Salam Kebajikan, 
惟德動天,

Nabi bersabda, "Yang dapat diajak belajar bersama, belum berarti dapat diajak bersama menempuh dao; yang dapat diajak menempuh dao, belum berarti dapat diajak bersama berteguh; dan yang dapat diajak berteguh, belum berarti dapat terus bersesuaian paham."

Ws. Ir. Wastu Pragantha Zhong, Xs. Masari Saputra, dan Xs. Indarto—sekarang ketiganya telah almarhum—adalah rohaniwan yang cukup intens berhubungan dengan PAKIN Bandung pada akhir dekade 1980 dan awal dekade 1990. Beliau bertiga acap kali datang ke Bandung memenuhi undangan menjadi pembicara, dalam program pendidikan agama bagi umat pada triwulan terakhir setiap tahun menjelang tanggal 22 Desember, saat umat yang terpanggil menyatakan diri memasuki pintu gerbang kebajikan dengan menerima liyuan.

Pak Zhong ketika itu sedang gencar-gencarnya mempromosikan Etika Konghucu (Confucian Ethics) yang sedang diwacanakan untuk diajarkan di sekolah dasar di Singapura, setiap datang ke Bandung Pak Zhong senantiasa membawa fotokopi buku, jurnal, atau artikel Konghucu dengan tulisan tangan beliau sebagai komentar dan catatan atas tulisan dalam buku, jurnal atau artikel tersebut. 

Pak Zhong seorang arsitek, pendiri Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, adalah seorang kutu buku yang sangat gandrung membeli dan membaca buku-buku Konghucu, dan berupaya menularkan ajaran Konghucu kepada setiap orang yang beliau temui. Pada awal dekade tahun 1990-an, rumah Pak Zhong di Jalan Bendungan Hilir 104 Jakarta menjadi tempat berkumpul para pemuda Konghucu di Jakarta. Dari tempat itulah peralihan generasi kepemimpinan Matakin dapat terlaksana dengan diselenggarakan Sarasehan/Munas Matakin pada tahun 1993 di gedung Enteos BRI II Jakarta.

Xs. Masari Saputra memberi warna sendiri dalam pendidikan agama dengan ulasan bahasa kitab (wen yan wen). Xs. Masari selalu hadir bersama keluarga. Melalui kehadiran Xs. Masari, para pemuda diajak mendalami agama melalui pengenalan dan pendalaman huruf kitab. Dengan rendah hati Xs. Masari selalu mengatakan bahwa dia semakin giat belajar mendalami kitab-kitab Konghucu karena sering diajak 'berdebat' oleh para pemuda saat diundang ke Bandung. Agar tidak dipermalukan, maka beliau terus belajar, belajar dan belajar.

Xs. Indarto adalah seorang pengusaha sukses. Beliau mendirikan pabrik elektronika di Surakarta. Pak Indarto adalah contoh pengusaha yang menjadi rohaniwan. Pembinaan diri dan kesuksesan adalah tema pokok yang sangat digemari oleh beliau. Pak Indarto selalu mendorong pemuda untuk menjadi orang sukses sesuai tuntunan Sishu Wujing khususnya Kitab Ajaran Besar (Da Xue).

Beliau bertiga memberi warna dan menularkan semangat belajar dengan titik berat berbeda kepada kami. Bagi yang mau mendalami agama, beliau bertiga menjadi teman diskusi yang mengasyikkan dan memperkaya pengetahuan agama yang diajarkan oleh para senior di Bandung khususnya Suhu Chew. Ada pelajaran dan keteladanan yang bisa diikuti dalam berupaya menempuh dao.

Dari sekian banyak pemuda yang ikut pendidikan agama serta diskusi-diskusi yang acap dilaksanakan secara formal dan non formal, tidak semua mau terus mendalami dan berupaya menempuh dao sesuai bimbingan agama Konghucu. Banyak alasan yang mengemuka mengapa hal ini terjadi. Salah satunya kesulitan memahami apa yang diajarkan dan didiskusikan. Tapi sebetulnya apa yang terjadi wajar-wajar saja. Seperti diungkapkan dalam ayat Lunyu IX: 30 di atas 'Yang dapat diajak belajar bersama, belum berarti dapat diajak bersama menempuh dao'.

Sebagian dari para pemuda berupaya hidup dalam dao tapi seiring berjalan waktu kehidupan tidak berjalan mulus. Tantangan, cobaan dan penderitaan datang silih berganti. Kehidupan percintaan, rumah tangga dan pekerjaan ditambah persoalan lain seperti berpindah kota, lingkungan, organisasi serta hilangnya teman sepenanggungan menggoyahkan cita menempuh dao

Memang tak mudah hidup dalam dao. Perlu cita dan semangat menggelora dalam berjuang dan belajar, tak teralihkan oleh segenap tantangan, cobaan dan penderitaan, menjadikan apa yang dipelajari sebagai landasan dan jalan keluar.

Dalam Kitab Zhongyong dikatakan hidup mengikuti xing (watak sejati) itulah menempuh dao. Bimbingan untuk menempuh dao itulah agama. Sayang hal ini tak semudah dikatakan. Belajar agama seringkali terabaikan, tak menjadi prioritas dalam kehidupan. Maka tak heran 'Yang dapat diajak menempuh dao, belum berarti dapat diajak bersama berteguh'.

Dalam belajar mendalami agama dan hidup menempuh dao banyak hal yang mempengaruhi. Walau ada benang merah dao dalam agama Konghucu yang dibawakan dan diteladankan oleh para Nabi dan tokoh suci Rujiao. Jenis buku yang dibaca, lingkungan, pergaulan, pengalaman hidup, pekerjaan, titik berat pembelajaran adalah beberapa hal yang mempengaruhi pemahaman ajaran agama. 

Bagaimanapun agama bersifat pribadi. Pribadi unik adanya. Tak heran murid-murid Nabi mempunyai pemahaman yang tidak selalu sama dalam berbagai hal. Tentu saja kami yang terus berupaya berteguh tidak selalu bersesuaian paham dalam setiap hal. 

Wajar-wajar saja karena dao itu bukan garis tapi jalan (suci) yang memberi ruang pada perbedaan, walau tentu saja ada batas jalan yang tak dapat dilanggar yang memungkinkan kita tetap mengarah pada tujuan yang sama. Jadi wajar-wajar saja 'yang dapat diajak berteguh, belum berarti dapat terus bersesuaian paham'.

Ws. Pragantha Zhong, Xs. Masari, Xs. Indarto, dan suhu Chew tidak selalu bersesuaian paham, seperti Yan Yuan, Zilu, Zigong, Zi Si, Mengzi, Cheng Hao, Cheng Yi, Zhu Xi, Wang Yang Ming serta para murid dan pengikut Nabi berbagai zaman tidak selalu bersesuaian paham pula. Dalam cakupan yang lebih luas para Nabi dan tokoh suci pun tak selalu bersesuaian paham.

Apa yang diajarkan para senior saat kami muda laksana bunga warna warni yang tumbuh di Taman Kebajikan nan indah. (US) 09102021


Lunyu IX: 30, Zhongyong U: 1, Mengzi VB: 1, Lunyu IX: 22

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG