SPIRIT MENGAJAR


Salam Kebajikan, 
惟德動天,

Perkuliahan secara daring pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan perkuliahan tatap muka. Pada masa yang tidak lama lagi perkuliahan secara daring akan menjadi suatu hal lazim (untuk beberapa mata kuliah) walau pandemi telah berakhir atau setidaknya perkuliahan akan dilaksanakan secara hybrid, kombinasi antara kuliah daring dengan kuliah tatap muka. Bukan hal yang tidak mungkin sekolah pun akan dilaksanakan seperti itu.

Perubahan adalah keniscayaan. Sekarang ini masih banyak kalangan yang belum dapat menerima sekolah dan perkuliahan secara daring. Hal yang wajar dan biasa terjadi dalam hampir setiap perubahan.

Perubahan menciptakan krisis. Kita sudah mafhum bahwa krisis (weiji) mengandung dua sisi: bahaya dan peluang.

Para dosen dan guru perlu membenahi diri dan melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Pembenahan dan adaptasi bukan saja terhadap pemanfaatan teknologi tapi terlebih lagi terhadap metode dan materi yang diajarkan.

Kalau masih dilakukan ujian, perlu dilakukan perubahan terhadap materi ujian. Soal hafalan sudah waktunya dalam porsi kecil, sisanya adalah bagaimana siswa berpikir analitis-sintesis dan praktik, tentu disesuaikan dengan jenjang pendidikan dan mata ajar.

Mari kita simak tiga ayat dalam Liji, yaitu Liji XVI Xue Ji I: 10, 13, dan 21 yang spiritnya masih relevan melalui berbagai zaman.
(10) Kini, orang di dalam mengajar, (guru) bergumam membaca tablet (buku bilah dari bambu) yang diletakkan di hadapannya, setelah selesai lalu banyak-banyak memberi pertanyaan. Mereka hanya bicara tentang berapa banyak pelajaran yang telah dimajukan dan tidak diperhatikan apa yang telah dapat dihayati; ia menyuruh orang dengan tidak melalui cara yang tulus, dan mengajar orang dengan tidak
sepenuh kemampuannya. Cara memberi pelajaran yang demikian ini bertentangan dengan kebenaran dan yang belajar patah semangat. Dengan cara itu, pelajar akan putus asa dan membenci gurunya; mereka dipahitkan oleh kesukaran dan tidak mengerti apa manfaatnya. Biarpun mereka nampak tamat tugas-tugasnya, tetapi dengan cepat akan meninggalkannya. Kegagalan pendidikan, bukankah karena hal
itu?

(13) Seorang Junzi atau susilawan yang mengerti apa yang menjadikan pendidikan berhasil dan berkembang, dan mengerti apa yang menjadikan pendidikan hancur, ia boleh menjadi guru orang. Maka cara seorang Junzi memberi pendidikan, jelasnya demikian: ia membimbing berjalan dan tidak menyeret; ia menguatkan dan tidak menjerakan; ia membuka jalan tetapi tidak menuntun sampai akhir pencapaian. Membimbing berjalan, tidak menyeret, menumbuhkan keharmonisan; menguatkan dan tidak menjerakan itu memberi kemudahan; dan membukakan jalan tetapi tidak menuntun sampai akhir pencapaian, menjadikan orang berpikir. Menimbulkan keharmonisan, memberi kemudahan dan menjadikan orang
berpikir, itulah jelasnya pendidikan yang baik.

(21) Orang kuno itu, di dalam menuntut pelajaran, membandingkan berbagai benda yang berbeda-beda dan melacak jenisnya. Tambur tidak mempunyai hubungan khusus dengan panca nada; tetapi panca nada tanpa diiringinya tidak mendapatkan keharmonisannya. Air tidak mempunyai hubungan istimewa dengan panca warna; tetapi tanpa air, panca warna tidak dapat dipertunjukkan. Belajar tidak mempunyai hubungan khusus dengan lima jawatan. tetapi tanpa belajar, lima jawatan tidak dapat diatur. Guru tidak mempunyai hubungan istimewa dengan kelima macam pakaian duka, tetapi tanpa guru, kelima macam pakaian duka itu tidak dipahami bagaimana memakainya.

Tanpa dosen dan guru yang lebih kompeten dan adaptif terhadap perubahan, sulit diharapkan kita akan mampu mengejar ketertinggalan kita. 

Apakah perubahan yang ada bagi kita merupakan bahaya atau peluang? 

Tergantung bagaimana kita menyikapi. (US) 10012022


Catatan: Lima jawatan di sini terjemahan dari kata Wu Guan; perlu dicatat, Wu Guan dapat pula diartikan panca indera, atau lima unsur.

Postingan populer dari blog ini

SEMBAHYANG ARWAH (TAFSIR)

KING HOO PING (JING HAO PENG, JING HE PING)

KETELADANAN KEBAJIKAN GUAN GONG